Langsung ke konten utama

Menyikap Tabir Tragedi Tambang Pasir Lumajang

Minyikap Tabir Tragedi Tambang Pasir Lumajang

Hak asasi merupakan suatu kebutuhan paling dasar yang melekat secara alami pada diri setiap manusia. Hal ini lah yang dijadikan fokus utama  yang diangkat oleh lembaga PBB yang bernama UNCHR atau United Nation Commision On Human Right  dan Dewan Hak Asasi PPB dalam menyelesaikan setiap kasus pelanggaran HAM yang ada di dunia. Mengingat permasalahan hak asasi sangat vital adanya terkait keberlangsungan hidup umat manusia terbebas dari kesewenang-wenangan. Mulai contoh terkecil saja ketika ada upaya menghalangi orang lain untuk mengemukakan pendapat, apalagi jika harus menghilangkan hak hidup seseorang. PBB sendiri menyerukan kepada seluruh anggotanya untuk menghormati HAM kepada seluruh warga negaranya tanpa adanya intimidasi. Di Indonesia sendiri  juga memiliki banyak catatan hitam terkait masalah pelanggaran HAM.  Ambil saja kasus tanjung priok, petrus, Marsinah, Munir, dan yang terjadi akhir-akhir ini masalah tambang yang mengharuskan hilangnya nyawa Salim Kancil. Memang di Indonesia masalah  HAM baru dilegalkan secara yuridis pada bulan november tahun 1998 melalui TAP MPR No. XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia.[1] Kemudian upaya penegakan HAM di Indonesia semakin kuat dengan disahkannya UU no 26 tahun 2000 tentang pengadilan pelanggaran HAM. Tentunya langkah ini tidak hanya sebatas pada kode hukum saja namun juga harus diikuti dengan langkah nyata dari pihak-pihak yang berwenang.
Salim Kancil dan Mafia Tambang
Kasus yang mencuat pada akhir bulan september tahun 2015 ini menyita perhatian masyarakat nasional. Kasus yang menewaskan Samsul alias Salim Kancil dan melukai Tosan ini terekspos media setelah sebelumnya terjadi penganiayaan yang dilakukan puluhan orang terhadap Salim Kancil yang kemudian membuatnya meregang nyawa. Nasib baik masih menyertai Tosan yang masih bisa bertahan hidup setelah dilindas beberapa kali menggunakan sepeda motor oleh para pelaku.[2] Peristiwa ini dilatarbelakangi oleh adanya aktivitas tambang pasir besi didaerah Selok Awar-Awar Kabupaten Lumajang yang berdampak pada rusaknya ekosistem didaerah tersebut. Kondisi ini membuat masyarakat Selok Awar-Awar berinisiatif untuk melakukan penolakan aktivitas tambang dengan melakukan demontrasi dan mengirimkan surat terkait penambangan pasir secara ilegal kepada Bupati Lumajang. Namun agenda dari warga utuk melakukan demontrasi ini direspon oleh pengelola tambang yang ternyata kepala desa Selok Awar-Awar sendiri, dengan mengutus para preman untuk melakukan pengeroyokan dan penganiayaan terhadap Salim dan Tosan. Yang mana kedua orang ini merupakan warga yang paling vokal dalam upaya penolakan aktivitas tambang pasir di pantai watu congol.
Peristiwa ini membuat perhatian masyarakat Indonesia mulai tertuju pada sepak terjang Salim Kancil di tengah-tengah kasus kabut asap, kurs rupiah melemah yang juga sedang hits menjadi permasalahan ditanah air. Apalagi diindikasikan adanya keterlibatan pejabat pemerintahan dan aparat penegak hukum. Pernyataan ini merujuk pada adanya unsur pembiaran oleh kepolisian pada saat Salim cs melaporkan ancaman  yang ditujukan pada warga penolak tambang pasir besi. Meski sebelumnya warga telah menerima surat dari Polres mengenai tim penyidik terkait ancaman pembunuhan.[3] Namun tidak ada penyidikan yang nyata yang dilakukan tim. Sehingga terihat kesan adanya pembiaran dan abai yang dilakukan pihak kepolisian. Malah indikasi keterlibatan oknum kepolisian ini juga diperkuat dengan di periksanya beberapa anggota kepolisian setempat terkait kasus tewasnya Salim. Tentunya kasus ini memunculkan banyak persepsi di tengah masyarakat, tentang adanya back-up pihak kedua terhadap aparatur desa dalam menjalankan bisnis gelapnya tersebut. Jika dirunut secara logika peran kepala desa sebenarnya hanya sebagai petugas pengelolah dilapangan. Sedangkan untuk atasan yang mempercayakan pengelolahan tambang kepada kades Selok Awar-Awar dilakukan oleh oknum pejabat tingkat daerah dan pengusaha tambang. Alasan ini didasarkan pada adanya sejumah alat berat eskavator dan kapal yang difungsikan untuk mengangkut pasir keluar daerah Lumajang.[4] Mengingat harga sewa dan beli kedua jenis alat berat tersebut yang cukup mahal maka sangat diragukan bila dimiliki perorangan. Sehingga dalam kronologis peristiwa pembunuhan Salim Kancil tersebut juga melibatkan perusahaan tambang besar yang mana sebagai pemasok modal aktivitas tambang di pantai Watu Congol.
Harapan besar sangat ditunggu-tunggu masyarakat Indonesia dalam penyelesaian kasus yang terjadi di selatan provinsi Jawa Timur. Peran aparat hukum seharusnya tidak hanya berhenti pada otak pembunuhan Salim semata namun harus tuntas sampai pada kemana perputaran uang hasil tambang Lumajang. Mengingat pasir besi yang dijadikan obyek galian membuat negara mengalami kerugian yang cukup besar. Jangan sampai terjadi ketidakadilan dimana penegak hukum hanya tegas menindak masyarakat kelas bawah sedangkan lembek terhadap para oknum kelas elit. Apalagi dalam kasus tambang Lumajang diyakini keterlibatann korporasi perusahaan dan pejabat pemerintahan yang berjejaring di Indonesia. Sehingga harus ada keberanian yang lebih dalam pengusutan kasus tersebut, langkah ini juga bisa mengembalikan kepercayaan masyarakat kepada badan penegak hukum.
Perlunya Perketat Izin Pertambangan
Seringnya konflik yang terjadi antara masyarakat dan pegusaha tambang seharusnya menjadi bahan kajian dan pembelajaran pemerintah baik daerah ataupu pusat. Hal ini didasarkan masih banyaknya pelanggaran-pelanggaran dalam pengelolaha lahan tambang yang dilakukan oleh perorangan atau perusahaan. Banyak oknum yang secara sadar melakukan aktivitas tambang yang sebenarnya menyalahi aturan  dan posisi  pemerintah sendiri selaku pemberi legalitas terkadang cenderung abai. Sehingga dampak yang paling dirugikan adalah masyarakat sekitar yang dekat dengan area tambang tersebut. Kerap kali hal semacam ini berakhir dengan timbulnya korban jiwa baik akibat dampak aktivitas tambang ataupun gesekan langsung antara masyarakat dan perusahaan tambang. Nah, baru disinilah pemerintah turun tangan takkala konflik sudah menelan korban jiwa, sehingga muncul angapan dalam masyarakat seakan akan negara tidak akan hadir bila belum adanya tumbal nyawa yang dikorbankan.
Seharusnya seperti yang menimpa aktivis lingkungan Salim Kancil sudah menjadi pukulan telak bagi pemerintah untuk memperbaiki aturan pemberian izin tambang. Tidak hanya sebatas pada tambang pasir saja namun juga tambang-tambang yang lain. Revisi UU minerba dengan Peraturan Pemerintah mengenai tambang yang dinilai tumpang tindih seharusnya segera diseleraskan supaya adanya kejelasan kewenangan yang dimiliki oleh masing-masing satuan pemerintahan. Sebab jika hal ini tetap segera dibenahi akan timbul masalah hukum yang berlawanan ketika terjadi konflik masalah tambang.Tahap selanjutnya seharusnya pemerintah juga melibatan lembaga penegak hukum yang bertujuan agar peraturan pemerintah ataupun undang-undang yang dikeluarakan tidak bermasalah di kemudian hari.
Selain itu diharapkan pemerintah juga mulai menata lembaga yang mengurusi pengeluaran perizinan tambang. Sebab selama ini masih banyaknya proses perizinan yang melalui banyak pintu sehingga berpeluang terjadinya ketidakserasian informasi. Hal ini mengakibatkan negara berpeluang mengalami kerugian seperti dirilis oleh Kementerian Keuangan terkait Penerimaan Negara Bukan Pajak sebesar 60%.[5] Setidaknya langkah untuk melakukan penghentian pengeluaran izin usaha pertambangan sementara guna memberikan waktu bagi pemerintah untuk mengkaji dan memperbaiki regulasi perizinan membuka aktivitas tambang disetiap daerah di Indonesia. Dengan demikian harapan yang muncul didunia pertambangan tidak akan terjadi lagi konflik antar kelompok terkait aktivitas tambang.







[1] http://www.lfip.org/english/pdf/bali-seminar/praktek%20pelanggaran%20ham%20-%20susno%20duaji.pdf diakses pada 2 januari 2016 pukul 08.34
[2] https://beritagar.id/artikel/bincang/wawancara-eksklusif-tosan-korban-penyiksaan-mafia-tambang-pasir-lumajang
[4]http://portalkbr.com/102015/kasus_salim_kancil__polisi_selidiki_keterlibatan_perusahaan_besar/76324.htm
[5] https://www.ugm.ac.id/id/berita/10475-izin.pengelolaan.hutan.dan.tambang.perlu.diperketat

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Konsep Nasakom, Gagasan Ideologi Oplosan ala Soekarno

Konsep Nasakom, Gagasan Ideologi  Oplosan  ala Soekarno Rasa jenuh pastinya menggelanyut diperasaan setiap masyarakat Indonesia jika memandang situasi  pemerintahan di Jakarta. Hal ini tak lepas media yang selalu memberitakan tayangan kisruh para elit politik kepada masyarakat. Kisruh yang tak kunjung usai setia mengiringi pemeritahan Jokowi-JK sejak dilatik pertengahan oktober 2014 silam. Keadaan ini diperparah dengan nilai tukar rupiah terhadap dolar yang menembus angka Rp.13.150, terburuk pasca reformasi. Harga  BBM yang tiap bulannya naik turun  diikuti melambungnya harga sembako yang kian hari semakin membuat masyarakat kesulitan memenuhi kebutuhan sehari-hari terutama bagi mereka kelas menengah kebawah. Perbedaan mencolok kemampuan ekonomi masyarakat juga menambah gap antara si kaya dengan miskin semakin lebar.  Perhatian serius harus ditekankan pada masa-masa transisi seperti ini karena hal yang tak mungkin bisa terjadi. Akibat dari rasa frustrasi masyarakat yang akut aka

Ternyata Mengkeramatkan Kuburan Itu "Boleh"

Ternyata Mengkeramatkan Kuburan Itu "Boleh" Makam Rosulullah S.A.W Beberapa waktu yang lalu, seorang tokoh Wahabi mempersoalkan kuburan keramat. Menurut tokoh yang bersangkutan, berziarah ke makam para nabi, para wali dan para ulama, hanya boleh dengan tujuan agar kita mengingat mati dan mendoakan mereka. Sedangkan ziarah ke makam mereka dengan tujuan tabaruk, atau ngalap barokah kata orang Jawa, adalah dilarang dan pasti tidak akan mereka (Wahabi) lakukan. Ziarah dengan tujuan tabaruk, diistilahkan dengan mengkeramatkan kuburan. Tulisan ini akan berusaha mengajak kaum Wahabi untuk berpikir dengan jernih, dan kembali ke ajaran kaum salaf, yang memang mengkeramatkan kuburan keramat, seperti makam para nabi, para wali, orang-orang shaleh dan para ulama. Sebagaimana dimaklumi, bahwa di antara tujuan ziarah kubur, adalah tabaruk, atau ngalap barokah. Ziarah kubur dilakukan dengan tujuan tabaruk, adalah ketika makam yang diziarahi adalah makam para nabi, para wali, orang-o

Peran Nahdlatul Ulama sebagai Pembedaya Gerakan Masyarakat Sipil di Indonesia

Peran Nahdlatul Ulama sebagai Pemberdaya Gerakan Masyarakat Sipil di Indonesia Abstrak Civil society atau masyarakat sipil merupakan komponen penyeimbang dari kekuasaan negara. Gerakan ini muncul melalui keinginan dan tuntutan hak dari masyarakat kepada pihak pemerintah selaku penyelenggara pelayanan publik. Oleh karenanya untuk mewujudkan tuntutan tersebut maka masyarakat membutuhkan alat untuk mengekspresikan dan menyalurakan keinginanya kepada penguasa. Kehadiran NU sebagai jam’iyyah dinniyah memberikan warna sebagai perantara untuk mendapingi masyarakat dalam berhubungan dengan hegemoni negara. Tugas organisasi NU juga sebagai pemberdaya masyarakat dalam menghadapi permaslahan-permaslahan yang muncul dikehidpan sosial menempatkan organisasi warga nahdliyyin tersebut menjadi salah satu ruh berdirinya NKRI secara seimbang baik menjasi social control maupun social engeneering. Pendahuluan              Civil socety   atau  masyarakat sipil merupakan sebuah bentuk gerakan