Langsung ke konten utama

Konflik Pemekaran Kabupaten Musi Rawas dengan Pendekatan Rasional

Konflik Pemekaran Kabupaten Musi Rawas dengan Pendekatan Rasional
1.1 Latar Belakang
            Pasca peristiwa reformasi pada tahun 1998, Negara Kesatuan Republik Indonesia mengalami suatu fase perubahan disetiap lini kehidupan berbangsa dan bernegara. Perubahan baik disektor hukum, tata pemerintahan, hingga politik memberikan secercah harapan dalam menciptakan pemerintahan yang efektif dan efesien. Perubahan yang memberikan keterbukaan dan kebebasan setiap tindakan yang dibingkai dalam sistem demokrasi.  Kondisi ini berbeda dengan masa rezim orde baru yang menerapkan otoritarianisme dalam menertibkan dan menekan setiap tindakan daerah yang bertentangan dengan pemerintah pusat.
            Meski orde baru memiliki UU Nomor 5 tahun 1974 tentang pokok-pokok pemerintah daerah  tetap saja undang-undang tersebut bersifat  dominatif pemerintah pusat terhadap daerah. Berbeda halnya ketika awal masa reformasi yang mana pemerintah mampu mengeluarkan UU yang aspiratif bagi daerah yakni UU nomor 22 tahun 1999 tentang pemerintah daerah dan UU nomor 25 tahun 1999 tentang perimbangan keuangan pusat dan daerah. Telepas dari kritik UU yang dikeluarkan diatas setidaknya pemerintahan era reformasi telah memberikan kelonggaran kepada daerah dalam menentukan sikap dan kebijakan bagi daerahnya masing-masing.
            Memang secara prinsip pemberlakuan otonomi daerah difungsikan untuk memudahkan akses pelayanan pemerintah kepada masyarakat dan pengawasan masyarakat terhadap pemerintah bisa lebih kuat. Langkah penyempurnaan UU nomor 22 tahun 1999 diambil oleh pemerintah yang kemudian digantikan dengan UU nomor 32 tahun 2004 tentang pemilihan kepala daerah baik tingkat gubernur, bupati dan walikota. Tapi dari kesemuanya itu otonomi daerah atau pemekaran daerah masih menyisakan pokok persoalan. Dimana persoalan ini mampu mematik timbulnya konflik antar daerah otonom. Bisa melalui adanya tuntutan pemekaran daerah baru dari daerah induk atau menyangkut ekonomi, sosial, agama, politik dan yang paling sering terjadi masalah tapal batas wilayah.
            Mengenai tapal batas wilayah sebenarnya sangat vital dan penting sekali kejelasnya. Sebab perbatasan sangat berkenaan dengan kedaulatan suatu daerah dalam mengurusi adminitrasi, sumber daya alam yang dikelolahnya,  kesejahteraan masyarakatnya sekaligus dalam menjaga keamanan. Biasa konflik perbatasan sulit bisa diselesaikan  akibat daerah-daerah yang bersengketa sama-sama mengklaim dengan argumen masing-masing. Tak menutup kemungkinan akibat konflik tersebut merembet ke masalah-masalah lainya dan berujung pada aksi saling serang warga daerah yang bersengketa.
2.1 Definisi Konflik
            Konflik merupakan suatu intrumen yang ada dalam suatu kehidupan, yang tidak pernah bisa dipisahkan. Konflik muncul ketika terjadi suatu perbedaan pandangan, keinginan, selera atau kepentingan. Dari situlah selama manusia masih melakukan interaksi ke sesamanya maka benih konflik akan selalu tetap ada. Baik konflik yang melibatkan individu dengan individu, individu dengan kelompok, kelompok dengan kelompok atau antar organisasi.[1] Sebab konflik merupakan suatu realitas sosial yang otomatis melekat pada setiap kelompok masyarakat.
            Mengenai konflik Thomas Hobbes berpendapat asal usul negara sebelum adanya suatu kontrak sosial, kehidupan masyarakat pada awalnya adalah kehidupan yang penuh konflik, kacau balau dan saling menaklukan.[2] Jika melihat dalam kamus besar bahasa Indonesia arti konflik sebagai perselisihan, percekcokan dan pertentangan. Biasanya timbulnya konflik disebabkan oleh suatu perubahan yang tidak sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku yang membuat adanya sikap ketidaksetujuan dalam suatu komunitas masyarakat. Hal ini terkadang membuat munculnya sentimen antarindividu atau antarkelompok. Situasi akan semakin diperparah ketika masih adanya sikap primordialisme buta. Yakni suatu sikap kesetiaan terhadap kelompoknya yang didasari pada kesamaan seperti kesukuan,daerah kelahiran, agama yang menganggap kelompoknya paling unggul dan cenderung egois.
            Sedangkan menurut Lewis Alfred Coser konflik terbagi menjadi dua yaitu konflik realistis dan non-realistis. Konflik realistis berasal dari rasa kecewa  terhadap tuntutan yang terjadi dalam suatu hubungan. Sedangkan konflik non-realistis yaitu konflik yang muncul bukan karena adanya ketegangan dengan musuh tapi lebih pada upaya untuk meredakan ketegangan dengan melibatkan pihak ketiga sebagai kambinghitam.[3] Munculnya konflik lebih dikarenakan semakin meningkatnya suatu interaksi kelompok dengan masyarakat sebaliknya jika tidak adanya konflik menujukan tidak adanya usaha persatuan suatu kelompok tersebut dengan masyarakat yag ada. Bagi Randall Collins konflik tak lepas dari keterlibatan kekuasaan semisal dalam suatu organisasi dalam pengkoordinasianya menggunakan paksaan. Selain itu menurut Collins konflik tidak hanya sekedar pada masalah kekuasaan tapi juga pada masalah ekonomi. Hanya saja konflik ekonomi disini tidak sebatas pertentangan antar kelas namun lebih pada persoalan pekerjaan seehari-hari.
2.2 Pemekaran Wilayah
            Pada dasarnya mekar memiliki arti semakin mengembang atau dari yang semula memilik ukuran yang kecil kemudian menjadi besar. Biasanya kata mekar disematkan pada benda-benda yang memiliki suatu fase perkembangan seperti bunga, krupuk, dan lain sebagainya. Namun bila dalam konteks desenteralisasi atau pemerintahan kata mekar lebih condong pada semakin bertambahnya fungsi dan peranan administratif dari suatu wilayah pemerintahan. Sehingga kata pemekaran jangan diasumsikan semakin bertambah luasnya suatu wilayah tapi lebih ditekankan pada bertambahnya adminitrasi pemerintahan akibat dari dipisahkanya peran adminitrasi pemerintahan awal menjadi dua bagian atau lebih dengan berdasarkan landasan hukum.
            Pemekaran wilayah sendiri memperoleh restu dari pemerintah pusat untuk mengadakan pelayanan publik secara efektif di wilayah pemekaran. Dimana secara perbandingan melalui daerah otonom yang baru pelayan publik akan mudah dan lebih baik dibanding daerah induk yang memilik cakupan wilayah pelayanan yang lebih luas.  Pemekaran daerah muncul didasari dari adanya asas desentralisasi yang menginginkan adanya pelimpahan wewenang dari pemerintah pusat kepada daerah otonom. Hal ini sesuai dengan UU 32 tahun 2004 disebutkan bahwa pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang menjadi urusan Pemerintah Pusat, dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, pelayanan umum, dan daya saing daerah.[4] Daerah hasil pemekaran disebut sebagai daerah otonom yang mempunyai batas wilayah tertentu yang berhak dalam mengurusi rumah tangganya sendiri. Sedangka arti dari pemerinta daerah adalah sebuah organisasi yang dipiih secara demokratis di bawah negara yang berkuasa disuatu wilayah /daerah yang menyediakan pelayanan publik bagi penduduk yang tinggal di wilayahnya.[5]
Kebanyakan kasus di Indonesia pemekaran terjadi ditingkat kabupaten/kota dibanding ditingkat provinsi. Kemiskinan dan ketimpanganlah yang timbul selalu dinjadikan alasan untuk membentuk kabupaten atau daerah otonom baru.[6] Kondisi tak lepas dari keinginan adanya proses peningkatan kesejahteraan masyarakat daerah melalui munculnya pusat-pusat pertumbuhan ekonomi baru yang mampu memaksimalkan sumber daya yang ada. Sehingga dari adanya pemekaran tersebut mampu membawa perubahan lebih baik pada kondisi masyarakat baik bidang ekonomi, budaya, sosial maupun politik.
Sebenarnya pemekaran wilayah memiliki ketentuan dan syarat tersendiri yang harus dipenuhi oleh calon daerah otonom. Dimana kedudukan undang-undang menjadi patokan dari legislasi calon daerah otonom yang meliputi nama kabupaten/kota, batas wilayah, ibukota, luas wilayah, penunjukan pejabat kepala daerah, pengisian anggota DPRD, serta perangkat daerah. Selain itu pemekaran dari satu daerah menjadi dua daerah  atau lebih baru dapat dilakukan bilamana suatu daerah telah mencapai batas minimal usia penyelenggaraan usia pemerintahan.[7] Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 78 tahun 2007 pasal 3 tertulis bahwa daerah yang dibentuk dapat dimekarkan setelah mencapai batas minimal usia penyelenggaraan pemerintah 10 tahun bagi provinsi dan tujuh tahun bagi kabupaten/kota dan lima tahun untuk kecamatan.[8] Disisi lain calon daerah yang akan dimekarkan juga harus memenuhi syarat administratif semisal pada tingkat provinsi meliputi adanya persetujuan dari DPRD Kabupaten/Kota dan Bupati/ Walikota yang akan menjadi bagian wilayahnya sekaligus persetujuan dari DPRD dan Gubernur provinsi induk. Biasanya  dalam proses pemekaran juga melibatkan peran dari Menteri Dalam Negeri untuk memberikan rekomendasi.
Syarat teknis daerah otonom juga harus dipenuhi yang meliputi kemampuan ekonomi, potensi daerah, sosial budaya, sosial politik, kependdukan dan pertahanan keamanan. Di segi keuangan pun calon daerah otonom harus mendapat rekomendasi yang berisikan penilaian beberapa indikator dengan kategori minimal mampu. Calon daerah otonom setidaknya mendapat dukungan mayoritas dari masyarakat yang mana aspirasi tersebut akan disampaikan ke tingkat daerah baik ditingkat kabupaten atau Provinsi. Jadi pembentukan daerah otonom baru tidak serta merta dibentuk tanpa adanya pemenuhan persyaratan terlebih dahulu.

2.2 Teori Pendekatan Rasional
            Inti dari pilihan rasional ketika dihadapkan pada beberapa jenis tindakan, orang biasanya melakukan apa yang mereka yakini berkemungkinan mempuyai hasil yang terbaik.[9]  Tapi yang perlu digaris bawahi bahwasanya teori ini tidak bisa berdiri sendiri melainkan harus membutuhkan persepektif dalam menjelaskan setiap tindakan individu. Secara umum dikatakan bahwa teori rasional meyakini seseorang memiliki kemampuan merasio, waktu, emosi yang penting untuk memilih tindakan terbaik tanpa meperdulikan kesulitan dari usaha memperoleh kebaikan tersebut.
            Tapi pada teori rasional ini juga memilik kelemahan, dimana individu tidak dapat memastikan hasil pada setiap pilihan pada tindakanya. Bisa saja pilihan tindakanya sesuai dengan yang diinginkan atau malah menjadikan suatu hasil yang seharusnya dihindari. Arah dari pilihan tindakan bisa diatur melalui suatu strategi yang berfungsi sebagai sarana untuk membawa pada hasil yang dituju. Pilihan rasional pada dasarnya dibangun atas dasar keyakinan,kepercayaan, strategi dan prefensi setiap individu.
            Dalam penentuan suatu pilihan rasional seorang individu juga harus menentukan aturan permainan, dalam arti individu yang melakan pilihan rasional harus bisa membaca kemampuan dirinya. Semisal apakah individu bisa menjalani pilihanya atau tidak, menyadari apa saja yang diketahui dan apa saja yang belum diketahui. Jadi pilihan rasional memiliki sifat yang tidak tetap. Hal ini yang menjadikan pendekatan pilih rasional tidak serta merta berdasarkan pertimbangan rasio namun untuk menimalisir kesalahan juga harus menggunakan data.

3.1 Kabupaten Musi Rawas
            Kabupaten yang terletak di pulau Sumatera ini merupakan kabupaten terbesar ketiga di provinsi Sumatera Selatan. Luas dari wilayahnya 12.358.65 km2 atau 1.236.582,66 ha yang terletak pada 102°07'00" - 103°40'00" BT dan 2°20'00" - 3°38'00" LS. Kabupaten Musi Rawas berbatasan langsung dengan dua provinsi yang mana disebelah utara dengan provinsi Jambi, sebelah barat provinsi Bengkulu , sebelah selatan kabupaten Lahat dan disebelah timur kabupaten Muara Enim dan Musi Banyuasin. Jumlah penduduk kabupaten ini 610.223 jiwa dengan kepadatan penduduknya 43,12 jiwa/km2. Kabupaten Musi Rawas menempatkan daerah adminitrasinya di  kecamatan Muara Beliti didasari pada keputusan DPRD Kabupaten Musi Rawas No.08/KPTS/DPRD/2004 tentang Persetujuan usul nama Ibukota dan lokasi Pusat Pemerintahan.[10] (sebelum terjadi pemekaran Musi Rawas Utara-Muratara)
            Awalnya Musi Rawas memiliki 19 kecamatan tapi pasca pemekaran hanya tinggal 14 kecamatan. Ke 14 kecamatan tersebut yakni Purwodadi, Tugumulyo, Jayaloka, Megang Sakti, Muara Beliti, Muara Kelingi, Muara Lakitan, Selangit, Sukakarya, Sumberharta, Bulang Tengah Suku Ulu, Suku Tengah Lakitan Ulu Trawas, Tuah Negeri dan Tiang Pupung Kepungut. Kabupaten yang berjuluk Bumi Silampari ini dulu merupakan daerah tujuan transmigrasi era orde baru, tak heran jika banyak dari penduduknya merupakan keturunan suku Jawa. Di kabupaten pimpinan Ridwan Mukti tersebut memiliki beberapa suku asli yang diantaranya suku Rejang, Anak Dalam, Musi, dan Ogan yang tinggal didaerah-daerah tertentu. Komoditas utama daerah yag resmi didirikan pada  20 April 1943 berupa hasil perkebunan seperti getah karet,kelapa sawit dan padi.
            Pada 11 Juni 2013 melalui ketetapan UU no 16 tahun 2013 Kabupaten Musi Rawas dimekarkan menjadi dua daerah yakni Musi Rawas dan Musi Rawas Utara.  Luas wilayah Musi Rawas Utara sekitar 6.008,55 km2 dengan total penduduk kurang lebih 195.689 jiwa.[11] Kabupaten baru pecahan Musi Rawas ini memiliki 7 kecamatan dengan ibukota administrasinya di Muara Rupit. Ketujuh kecamatan tersebut meliputi Muara Rupit, Nibung, Karang Dapo, Karang Jaya, Rawas Ilir, Rawas Ulu dan Ulu Rawas. Sejak awal berdirinya Muratara melalui Menteri Dalam Negeri mengangkat Bupati Plt Askiropi Ayub sampai diadakanya pemilihan kepala daerah secara serentak tahun 2015. Penetapan kabupaten baru atau daerah otonom baru (DOB) ini diiringi aksi massa yang berujung bentrok dengan aparat kepolisan.

3.2 Proses Pemekaran Kabupaten Musi Rawas
Jauh sebelum ditetapkanya Musi Rawas Utara menjadi Daerah Otonom Baru (DOB) pada tahun 2013, Muratara sudah menginginkan membentuk kabupaten sendiri pada tahun 1963. Pemicu utamanya tak lain dari adanya keinginan daerah tersebut untuk memaksimalkan potensi alam dan pembangunan infrastuktur. Diketahui Musi Rawas Utara memiliki sumber tambang batubara, gas bumi dan minyak yang melimpah. Sehingga melalui otonomi sumber pendapatan bisa langsung dirasakan masyarakat setempat. Alasan lain yang muncul akiabat jarak antara daerah yang tergabung dalam kabupaten Muratara terlampau jauh jika harus mengurusi adminitrasi di Muara Beliti sebagi pusat pemerintahan Kabupaten Musi Rawas.
Pemerintah kabupaten Musi Rawas sendiri selaku kabupaten induk sudah memberikan dukungan dan membantu ikut mempersiapkan pemekaran bagi Musi Rawas Utara. Dukungan tersebut merujuk pada kesediaan Bupati Musi Rawas dalam menandatangani berkas-berkas pembentukan kabupaten Muratara sekaligus membentuk dewn presidium Muratara. Wakil DPR periode 2009-2014 Priyo Budi Santoso juga memberikan dukungan bagi proses pemekaran Muratara. Pasalnya calon kabupaten tersebut telah memenuhi persyarataan-persyaratan yang dibutuhkan untuk menjadi Daerah Otonom Baru (DOB) yang diantaranya mendapatkan dukungan tujuh kecamatan.[12] Sebenarnya draft pengajuan Musi Rawas Utara sudah diajukan sejak tahun beberapa tahun  silam namun masih ada beberapa kendala yang menghambat disahkanya RUU DOB Muratara. Gubernur Sumatera Selatan, Akex Noerdin pun memberikan janji untuk  memfasilitasi pembentukan kabupaten baru Muis rawas utara.[13]
Pada awal tahun 2012 kembali draft RUU Muratara gagal disahkan. Menurut menteri dalam negeri Gemawan Fauzi, kendala yang muncul dari gagal disahkanya Muratara sebagai DOB lebih karena faktor tapal batas yang belum jelas.[14] Hal tersebut membuat banyak  muncul spekulasi dimasyarakat diantaranya,indikasi adanya politik tranksional. Namun semua itu kembali dibantah oleh Menteri dalam negeri, menurutnya Muratara sudah termasuk dalam 19 DOB yang dibahas di DPR dan setidaknya akan segera clear jika semua peryaratan sudah terpenuhi.
Tuntutan masyarakat pecah ketika terjadi aksi massa yang memblokade jalan lintas sumatera yang berdampak pada lumpuhnya perekonomian dijalur tersebut. aksi tersebut direspon kepolisian dengan pembubaran  paksa. Kondisi tak terkendali terjadi ketika massa melakukan perlawanan yang berujung bentrok dengan aparat kepolisian. Akibat dari bentrokan tersebut empat warga Muratara tewas dan puluhan lainnya luka-luka. Masyarakat yang tidak menerima jatuhnya korban menyerang balik kepolisian dengan membakar beberapa kendaraan dan kantor polsek Rupit dan Karang Jaya.[15] Situasi baru terkedali setelah kepolisian mendapat bantuan dua kompi dari personel TNI.
Pasca aksi bentrokan yang merenggut korban jiwa pemerintah mempercepat pengesahan kabupaten pecahan Musi Rawas tersebut lagi-lagi kendala dalam rapat DPR menyakut tapal batas antara Muratara dengan Musi Banyuasin. Sebelumnya Menteri Dalam Negeri sudah memfasilitas penyelesaian tapal batas Muratara dengan Kabupaten Sarolangun Provinsi Jambi.  Pada tanggal 11 juni 2013 DPR RI dipimpin Marzuki Alie secara resmi menetapakan Musi Rawas Utara sebagai  kabupaten baru di Sumatera Selatan.[16] Muratara menjadi kabupaten termuda ke 17 di Sumsel setelah kabupaten Lematang Ilir. Untuk masalah DOB yang belum clear akan dibahas pada sidang paripurna berikutnya.

3.3 Terkendala Tapal Batas Antar Kabupaten
Perkembangan di era otonomi daerah, pemekaran wilayah yang sering menimbulkan konflik batas wilayah dengan beberapa model. Secara umum lebih disebabkan karena, perbedaan persepsi tentang Undang-undang pemekaran wilayah, perbedaan luas wialayah yang tidak seimbang, keinginan sebagian masyarakat untuk bergabung dengan wilayah daerah tetangga dan adanya aset di daerah perbatasan yang diperebutkan.
Dalam kasus batas wilayah kabupaten Muratara dengan Musi Banyuasin memperkarakan blok Suban IV. Daerah yang menjadi sengketa merupakan sumur gas alam, kedua kabupaten sama-sama ngotot memasukan daerah potensial ini kewilayahnya masing-masing. Sebelum terjadi pemekaran blok Suban IV merupakan daerah wilayah sengketa Kabupaten Musi Rawas dan Musi Banyuasin. Sempat masalah pengelolahan blok Suban IV ini dikelola bersama dengan sistem bagi hasil kedua kabupaten menurut permendagri no 63 tahun 2007 dan putusan gubernur Sumatera Selatan.[17]  Meskipun pada awalnya Suban IV termasuk bagian wilayah pemerintah kabupaten Musi Rawas. Imbasnya pun  berdampak pada penentuan tapal batas Daerah Otonom Baru Muratara dengan Musi Banyuasin.Tarik ulur sengketa perbatasan inilah yang menjadi alasan lamanya pengesahan Musi Rawas Utara sebagai DOB.
            Jika merujuk pada keputusan gubernur dan peraturan menteri dalam negeri no 50 tahun 2014, blok Suban IV masuk wilayah kabupaten  Musi Banyuasin. Namun belakangan pemerintah Muratara mengajukan gugatan mengenai blok Suban IV tersebut sebagai wilayah administratifnya. Sebab menurut pemerintah kabupaten Muratara blok Suban IV dulu masuk dalam kepemilikan kabupaten Musi Rawas kecamatan Rawas Ilir sehingga secara otomatis ketika pemekaran disahkan blok Suban IV menjadi bagian wilayah Muratara. Apalagi kebanyakan masyarakat sekitar memiliki KTP kabupaten Musirawas.
Letak sumur Suban IV barada di desa Bintialo Kecamatan Batang Hari Leko dan Desa Macang Sakti di Kecamatan Sanga Desa masuk wilayah Muratara tapi yang tertera dalam peta letak sumur berada di wilayah kabupaten Musi Banyuasin.[18] Sengketa berkepanjangan ini memaksa Mendagri mengeluarkan peraturan no 50 tahun 2014 yang menyebutkan Suban IV disahkan menjadi wilayah Musi Bayuasin. Pengesahan ini mendapat reaksi dari masyarakat desa Bintialo yang berjarak 600 m dari sumur dengan mencabut plang-plang milik pemkab Musi Banyuasin. Tindakan masyarakat tersebut dikomentari bupati Musi Banyuasin sebagai bentuk provokasi. Sebaiknya jika Muratara tidak setuju dengan keputusan Mendagri untuk mengajukan gugatan ke Mahkkamah Konstitusi.[19]
Pemerintah kabupaten Muaratara menyikapi menyikapi putusan mendagri dengan mengajukan peninjaun ulang terhadap penetapan tapal batas Blok Suban IV. Hasilnya pada acara ulang tahun pertama Kabupaten Musi Rawas Utara melalui bupati Plt Akisropi Ayub bahwasanya mendagri telah mencabut perturan no 50 tahun 2014. Otomatis dengan dicabutnya peraturan tersebut Suban IV kembali ke wilayah Muratara. Walaupun demikian tidak menutup kemungkinan persoalan tapal batas kedua kabupaten tersebut akan kembali menjadi permasalahan di masa-masa yang kan datang. Sitasi ini melihat prospek kandungan alam yang ada pada blok Suban IV.

3.4 Alasan Pemekaran dan Perebutan Blok Suban IV
Sudah menjadi rahasia umum soal alasan mengapa daerah-daerah berkeinginan melakukan pemekaran wilayah. Berbagai dugaan dan kajian dilakukan mencoba menjawab apa yang melatar belakangi fenomena ini. Memang argumentasi yang paling sering dimunculkan bahwa pemekaran wilayah itu bertujuan untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat. Selain itu juga bertujuan mempermudah masyarakat mengurusi adiministrasi dikarenakan jarak mereka menjadi lebih dekat dengan pusat pemerintahan. Namun sejatinya ada rahasia terselumbung dari diadakanya pemekaran wilayah diantaranya agar bisa menciptakan lebih banyak jabatan-jabatan lowong baik di lembaga legislatif maupun di lembaga eksekutif.
Secara hukum syarat-syarat pemekaran suatu wilayah untuk menjadi kabupaten/kota atau provinsi tidak terlalu sulit. Di era otonomi daerah hukum cukup memberikan kelonggaran kepada daerah untuk melakukan pemekaran. Ini pula yang menjadi sebab mengapa sekarang banyak daerah yang “bernafsu” melakukan pemekaran mulai dari tingkat kecamatan sampai ketingkat provinsi. Secara hukum syarat-syarat pemekaran suatu wilayah  diatur dalam UU No 32 tahun 2004. Beberapa ketentuan dalam Undang-Undang ini adalah: Pasal 4 (3) “Pembentukan daerah dapat berupa penggabungan beberapa daerah atau bagian daerah yang bersandingan atau pemekaran dari satu daerah menjadi dua daerah atau lebih.”
Secara teori, tujuan pemekaran wilayah antara lain untuk peningkatan pelayanan kepada masyarakat, peningkatan keamanan dan ketertiban, percepatan pertumbuhan kehidupan demokrasi, percepatan pengelolaan potensi daerah, dan agar terjadinya percepatan pembangunan ekonomi daerah. Sulit bagi kita tidak sepakat dengan alasan ideal ini. Kalau saja pemekaran wilayah semata-mata dengan alasan-alasan tersebut, bukan main kemungkinan hasil positif yang dapat dicapai pemerintah daerah bagi kepentingan masyarakat. Dalam praktek, muncul dugaan adanya alasan-alasan lain mengapa hasrat untuk memekarkan wilayah dibanyak daerah, bukan dikarenakan alasan ideal tadi. Bahkan dibeberapa tempat terjadi disharmonisasi antar berbagai komponen masyarakat akibat silang pendapat soal pemekaran wilayah. Ada kelompok yang sangat ingin terjadinya pemekaran wilayah. Namun disisi lain ada pihak yang dianggap mempersulit rencana itu. Dalam praktek, ada beberapa alasan yang mungkin menjadi latar belakang pemekaran wilayah. Boleh jadi ada alasan ideal sebagaimana dikemukakan pada aspek teori soal pemekaran wilayah tadi. Namun juga berkembang kemungkinan alasan lain tentang mengapa ada pihak yang kebelet mau memekarkan suatu wilayah. Dua kemungkinan alasan lain itu diantaranya sebagai gerakan politik pihak yang kalah dalam PILKADA dan agar tercipta jabatan-jabatan baru di wilayah pemekaran.
PILKADA selalu saja menyisakan pihak yang kalah. Dalam PILKADA dibanyak daerah, jumlah calon yang biasanya sekitar empat pasang. Itu berarti ada tiga pasang calon yang kalah. Memang semua kandidat akan berbicara soal sportivitas, soal janji akan menerima segala hasil pemilihan. Namun dibeberapa tempat pihak yang kalah melakukan perlawanan baik secara diam-diam maupun secara terang-terangan. Secara terang-terangan dimulai dari penggunaan kekerasan hingga kepada mempersoalkan perhitungan suara. Boleh jadi memang ada soal dengan perhitungan suaranya, namun biasanya publik menafsirkannya sebagai indikasi tidak siap menerima kekalahan.
Sebagai pihak yang kalah, cara paling aman adalah melakukan gerakan-gerakan politik yang sah secara hukum. Diantara gerakan politik yang dianggap sah secara hukum itu adalah melalaui prakarsa pemekaran wilayah. Pemekaran wilayah berarti ada kesempatan untuk menjadi kepala daerah. Selain itu, bukan mustahil sebagai upaya “menggembosi” kekuasaan kepala daerah yang sedang berkuasa. Gerakan-gerakan dalam upaya pemekaran akan menjadi gesekan berarti atau malah cukup memusingkan kepala daerah tersebut. Jika mengaitkanya dengan kondisi kabupaten Musi Rawas  terlihat pada pilkada tahun 2010 yang mana incumbent Ridwan Mukti bersaing ketat dengan putra daerah asal Muratara Isa sigit. Pada pilkada tersebut Ridwan Mukti berhasil unggul dan menjadi bupati untuk kali kedua sedangkan Isa Sigit menjabat Sekretaris daerah Muratara ketika Muratara berhasil menjadi daerah otonom sendiri.
Hampir setiap manusia normal menginginkan jabatan sehingga dengan berdirinya Musi Rawas Utara membuka peluang bagi seorang yang belum memiliki kekuasaan untuk berusaha mendapatkan kekuasaan. Jika telah berkuasa akan berusaha meraih jenjang kekuasaan yang lebih tinggi lagi. Terjadi  pemekaran wilayah Musi Rawas yang menghasilkan kabupaten baru,  membuka lebih banyak lowongan jabatan yang tersedia. Mulai dari jabatan kepala daerah dan wakil kepala daerah, para asisten, Sekda, para KABAG, para kepala dinas. Begitu juga di legislatif, tersedia lowongan puluhan anggota Dewan, Unsur pimpinan, Ketua Komisi, Sekretaris Dewan, para kepala bagian. Bagi banyak orang pastilah lowongan-lowongan ini sangat menggiurkan.
Berdirinya kabupaten Muratara juga diharapkan bisa mendapat pemasukan asli daerah (PAD) yang besar dari hasil SDA, retribusi, dan pajak secara utuh. Disisi lain gelontoran dana  APBN dari pemerintah pusat lebih banyak dibanding jika masih menjadi bagian dari kabupaten induk. Dukungan pemekaran Muratara yang diberikan dari partai-partai politik pun sebenarnya mempunyai iktikad untuk menjadikan wilayah tersebut sasaran pendulang  suara ketika perheltan pemilihan umum.
Kedua, alasan memperebutkan blok Suban IV lebih pada upaya memperoleh pemasukan dari sumber daya alam yang tersedia di kecamatan Rawas Ilir tersebut. Besarnya hasil dari pengolahan sumur gas alam Suban IV menjadi daya tarik tersendiri bagi daerah disekitarnya. Kengototan Muratara memasukan blok Suban lebih sebabkan faktor pemasukan sebagai daerah baru belum begitu banyak. Sehingga melalui pengelolahan blok Suban IV tersebut menjadi aset ekonomi yang sangat penting bagi Muratara sebagai DOB.

4.1 Catatan Akhir

Dari keterangan diatas dapat disimpulkan dengan menggunakan pendekatan rasional bahawa pemekaran Kabupaten Musi Rawas  menjadi Musi Raws Utama memiliki dua bentuk alasan. Alasan pertama dapat dapat diringkas menjadi beberapa poin yakni,
·         Peningkatan pelayanan terhadap masyarakat
·         Percepatan pertumbuhan ekonomi dan kehidupan masyarakat
·         Percepatan keamanan dan ketertiban
·         Percepatan pengeolaan potensi daerah
·         Peningkatan hubungan serasi antara pusat dan daerah
Namun alasan kedua terjadinya pemekaran  DOB Musi Rawas Utara memiliki indikasi sebagai berikut,
·         Ingin membuka lowongan jabatan baik eksekutif maupun legislaatif yang baru
·         Ingin memeroleh alokasi dana yang lebih besar dari pemerintah pusat
·         Ingin mendapatkan keuntungan dari pengelolahan SDA dan ekonomi secara mandiri.

Dalam kasus perebutan tapal batas blok Suban IV lebih tertuju untuk penguasaan sumber daya yang terkadung didalamnya sebagai sumber pemasukan daerah. Perebutan blok bukan merupakan sikap yang dilandasi ingin mepertahankan hak dan nilai keadilan. Sehingga kesan yang muncul bagaimana suatu pilihan harus memiliki rasio mempertimbangkan untung arau rugi. Wallahu ‘alam bi showab





Daftar Pustaka
Karim, Abdul Ghafar dkk, 2011. Kompleksitas Persoalan Otonomi Daeah di Indonesia, Yogyakarta:Pustaka Pelajar.

Liliweri, Alo. 2005. Prasangka dan Konflik, KomunikasiLintas Budaya Masyarakat Multikulural, Yokyakarta: LkiS.

Marsh David & Stoker, Garry. 2011. Teori dan Metode Dalam Ilmu Politik. Bandung, Nusa Media.

Matodang Armansyah dkk, 2011. Sisi Gelap Otonomi Daerah; Dampak Otonomi Daerah di Indonesia Merangkai Sejarah Politik dan Pemerintahan Indonesia, Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia.

Kum, Krinus. 2013. Konflik Pemekaran Wilayah di Tanah Papua,Yogyakarta: Buku Litera.

Kurniawati, Sandra. 2011. Jurnal Perancanaan Wilayah dan Kota, A SAPPK V1N1 | 250

Wirawan. 2009. Konflik dan Manajemen Konflik, Teori,Aplikasi dan Penelitian, Jakarta: Salemba Humanika

Widjadja, HAW. Penyelenggaraan Otonomi di Indonesia, Dalam rangka Sosalisasi UU No.32 tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah,Jakarta, Raja Grafindo Persada.


www.MusiRawas.go.id diakses pada 7 april 2015 pukul 06.00

www.Musirawasutara.go.id diakses pada 7 april 2015 pukul 07.20.

Nasional.Kompas.com, Muratara layak Jadi Kabupaten. Diakses pada 7 april 2015 pukul 12.15.
Sumajaku.com, Gubernur akan Memfasilitasi Muratara. Diakses pada 6 april 2015 pukul 22.17.
Antarasumbar.com, Empat Warga Tewas Tertembak Demo Pemekaran Musi Rawas Utara diakses pada 7 april 2015 pukul 14.12

Nasional.Kompas.com, DPR Mengesahkan Musi Rawas Utara, diakses paa 7 april 2015 pukul 14.06.

Palembangpos.com, DBH Migas Suban dipertanyakan, diakses pada 7 april 2015 pukul 16.23.

Sriwijayapost.com, Wilayah Suban IV Kembal Bergejolak, diakses pada 7 april 2015 pukul 16.25.






[1] Alo Liliweri,Prasangka dan Konflik,KomunikasiLintas Budaya Masyarakat Multikulural, Yokyakarta: LkiS, 2005, hlm 249.
[2] Krinus Kum, Konflik Pemekaran Wilayah di Tanah Papua,Yogyakarta: Buku Litera, 2013, hlm. 15.
[3] Wirawan, Konflik dan Manajemen Konflik, Teori,Aplikasi dan Penelitian,Jakarta: Salemba Humanika
[4] Sandra Kurniawati, Jurnal Perancanaan Wilayah dan Kota, 2012, A SAPPK V1N1 | 250    
[5] Abdul Ghafar Karim dkk,Kompleksitas Persoalan Otonomi Daeah di Indonesia,Yogyakarta:Pustaka Pelajar, 2011, hlm 177.
[6] Matodang Armansyah dkk, Sisi Gelap Otonomi Daerah; Dampak Otonomi Daerah di Indonesia Merangkai Sejarah Politik dan Pemerintahan Indonesia, Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2013, hlm 173. .
[7] HAW Widjadja, Penyelenggaraan Otonomi di Indonesia, Dalam rangka Sosalisasi UU No.32 tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah,Jakarta, Raja Grafindo Persada: hlm 156
[8] Kum., op. Cit. hlm 60.
[9] David Marsh & Gerry  Stoker, Teori dan Metode Dalam Ilmu Politik. Bandung, Nusa Media: hlm 76.
[10] www.MusiRawas.go.id diakses pada 7 april 2015 pukul 06.00
[11] www.Musirawasutara.go.id diakses pada 7 april 2015 pukul 07.20.
[12] Nasional.Kompas.com, Muratara layak Jadi Kabupaten. Diakses pada 7 april 2015 pukul 12.15.
[13] Sumajaku.com, Gubernur akan Memfasilitasi Muratara. Diakses pada 6 april 2015 pukul 22.17.
[14] Silampari.co.id, Konflik Muratara Menuntut Pemekaran. Diakses pada 6 april 2015 pukul 14.56
[15] Antarasumbar.com, Empat Warga Tewas Tertembak Demo Pemekaran Musi Rawas Utara diakses pada 7 april 2015 pukul 14.12
[16] Nasional.Kompas.com, DPR Mengesahkan Musi Rawas Utara, diakses paa 7 april 2015 pukul 14.06.
[17] Sumeks.com, Muratara dan Muba Berebut Sumur Blok Suban IV, diakses 7 april 2015 pukul 16.23
[18] Palembangpos.com, DBH Migas Suban dipertanyakan, diakses pada 7 april 2015 pukul 16.23.
[19] Sriwijayapost.com, Wilayah Suban IV Kembal Bergejolak, diakses pada 7 april 2015 pkul 16.25.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Konsep Nasakom, Gagasan Ideologi Oplosan ala Soekarno

Konsep Nasakom, Gagasan Ideologi  Oplosan  ala Soekarno Rasa jenuh pastinya menggelanyut diperasaan setiap masyarakat Indonesia jika memandang situasi  pemerintahan di Jakarta. Hal ini tak lepas media yang selalu memberitakan tayangan kisruh para elit politik kepada masyarakat. Kisruh yang tak kunjung usai setia mengiringi pemeritahan Jokowi-JK sejak dilatik pertengahan oktober 2014 silam. Keadaan ini diperparah dengan nilai tukar rupiah terhadap dolar yang menembus angka Rp.13.150, terburuk pasca reformasi. Harga  BBM yang tiap bulannya naik turun  diikuti melambungnya harga sembako yang kian hari semakin membuat masyarakat kesulitan memenuhi kebutuhan sehari-hari terutama bagi mereka kelas menengah kebawah. Perbedaan mencolok kemampuan ekonomi masyarakat juga menambah gap antara si kaya dengan miskin semakin lebar.  Perhatian serius harus ditekankan pada masa-masa transisi seperti ini karena hal yang tak mungkin bisa terjadi. Akibat dari rasa frustrasi masyarakat yang akut aka

Ternyata Mengkeramatkan Kuburan Itu "Boleh"

Ternyata Mengkeramatkan Kuburan Itu "Boleh" Makam Rosulullah S.A.W Beberapa waktu yang lalu, seorang tokoh Wahabi mempersoalkan kuburan keramat. Menurut tokoh yang bersangkutan, berziarah ke makam para nabi, para wali dan para ulama, hanya boleh dengan tujuan agar kita mengingat mati dan mendoakan mereka. Sedangkan ziarah ke makam mereka dengan tujuan tabaruk, atau ngalap barokah kata orang Jawa, adalah dilarang dan pasti tidak akan mereka (Wahabi) lakukan. Ziarah dengan tujuan tabaruk, diistilahkan dengan mengkeramatkan kuburan. Tulisan ini akan berusaha mengajak kaum Wahabi untuk berpikir dengan jernih, dan kembali ke ajaran kaum salaf, yang memang mengkeramatkan kuburan keramat, seperti makam para nabi, para wali, orang-orang shaleh dan para ulama. Sebagaimana dimaklumi, bahwa di antara tujuan ziarah kubur, adalah tabaruk, atau ngalap barokah. Ziarah kubur dilakukan dengan tujuan tabaruk, adalah ketika makam yang diziarahi adalah makam para nabi, para wali, orang-o

Peran Nahdlatul Ulama sebagai Pembedaya Gerakan Masyarakat Sipil di Indonesia

Peran Nahdlatul Ulama sebagai Pemberdaya Gerakan Masyarakat Sipil di Indonesia Abstrak Civil society atau masyarakat sipil merupakan komponen penyeimbang dari kekuasaan negara. Gerakan ini muncul melalui keinginan dan tuntutan hak dari masyarakat kepada pihak pemerintah selaku penyelenggara pelayanan publik. Oleh karenanya untuk mewujudkan tuntutan tersebut maka masyarakat membutuhkan alat untuk mengekspresikan dan menyalurakan keinginanya kepada penguasa. Kehadiran NU sebagai jam’iyyah dinniyah memberikan warna sebagai perantara untuk mendapingi masyarakat dalam berhubungan dengan hegemoni negara. Tugas organisasi NU juga sebagai pemberdaya masyarakat dalam menghadapi permaslahan-permaslahan yang muncul dikehidpan sosial menempatkan organisasi warga nahdliyyin tersebut menjadi salah satu ruh berdirinya NKRI secara seimbang baik menjasi social control maupun social engeneering. Pendahuluan              Civil socety   atau  masyarakat sipil merupakan sebuah bentuk gerakan