Aksi Bela Islam: Kemungkinan dan Kemungkinan di Aksi 4 November 2016
Tanggal 4 november 2016 akan menjadi salah satu peristiwa penting
yang tercatat sejarah Indonesia. Aksi yang bertajuk bela Islam II tersebut
diperkirakan diikuti puluhan ribu massa yang terdiri dari berbagai elemen masyarakat
baik ormas ataupun perorangan yang melakukan demontrasi di Jakarta setelah aksi
serupa dilakukan pada 14 oktober sebelumnya. Aksi besar-besaran yang dilakukan
umat Islam ini merupakan bentuk respon dari pernyataan gubernur DKI, Basuki
Cahaya Purnama atau lebih akrab dipanggil Ahok yang dianggap menistakan agama.
Masalah yang santer ini berawal dari pernyataan gubernur DKI mengutip ayat
Al-quran surat al-maidah ayat 51 dalam acara sosialisasi salah satu program
pemerintah dengan masyarakat di kepulauan seribu. Pernyataan Ahok mengenai
surat al-maidah yang biasa dipakai lawan politiknya untuk menjatuhkannya
menjadi salah satu blunder baginya. Memang kasus ini muncul setelah tersebarnya
penggalan video yang diunggah di media sosial memperlihatkan Ahok mengutip
surat al-maidah ayat 51 sebagai bentuk pembohongan publik. Situasi ini
diperkuat dengan pendapat dari MUI yang mengkategorikan ucapan gubernur DKI
sebai bentuk sebuah penistaan.
Hal ini lantas menjadi sorotan oleh kalangan muslim tanah air sebagai
bentuk penistaan. Gelombang protes melalui demontrasi bermunculan di berbagai
daerah sebagai bentuk pembelaan terhadap al-quran dan menuntut Ahok untuk
diproses secara hukum. Secara pribadi saya sangat terkesan bangga terhadap
solidaritas saudara-saudara muslim yang tergugah hatinya dan merasa sakit
ketika agama Islam dilecehkan. Namun disisi lain saya merasa sangsi ketika aksi
tersebut akan membawa mudharat yang lebih besar.
Pada dasarnya umat muslim Indonesia sendiri menyikapi masalah Ahok
tersebut tidak sepakat dalam satu suara. Tentunya disini kita bisa memaklumi
banyaknya prefensi-prefensi yang dijadikan oleh masyarakat dalam mengambil
sikap. Namun yang jelas akan tidak bijak sekali bila kita mengambil tindakan
tanpa melihat sebab-musababnya dan pokok permasalahan yang terjadi. Saya
sendiri bukan bermaksud untuk menjelekan saudara-saudara saya yang melakukan
aksi demo bela Islam namun bukan pula sebagai pendukung dan pembela Ahok. Namun
yang jelas bagaiamana permasalahan yang terjadi benar-benar bisa kita sikapi
dengan arif.
Dilihat dari alur
permasalahan yang muncul, memang bisa dikatakan Ahok melakukan sebuah blunder
yang cukup fatal. Hal ini tentunya dimanfaatkan oleh beberapa kelompok
organisasi yang sejak awal semacam FPI dan kawan-kawan untuk dijadikan sasaraan
tembak. Momentum seperti ini sangat pas dirasa oleh FPI untuk melakukan suatu
serangan telak terhadap Ahok. Setelah beberapa kasus yang terjadi sebelumnya,
yang mana FPI sering kali berhadap-hadapan dengan gubernur DKI tersebut.
Penolakan FPI terhadap kepemimpinan Ahok sangat terasa sejak awal Ahok menjabat
gubernur sepeninggalan Jokowi. Sampai-sampai FPI mengusung gubernur tandingan
sendiri, Ust Fakhrurozi untuk memimpin Jakarta. Dari sinilah jika melihat
posisi organisasi yang dikomandoi oleh Habib Rezieq memiliki dua agenda
sekaligus baik sebagai bentuk pembelaan terhadap al-qur’an sekaligus sebagai
jalan menyingkirkan Ahok dari kursi jabatan. Dengan merangkul semua elemen
masyarakat dari beberapa latar belakang pemahaman keagaman yang berbeda yang
memang sangat kontra terhadapposisi Ahok.
Pada sudut Ahok sendiri
sebenarnya memiliki satu keuntungan untuk memperoleh sebagain simpati public
dengan mengesankan sebagai sosok yang sedang disudutkan dan terdzolimi. Memang
bila dilihat dari video perkataan Ahok secara penuh mengajak untuk menyukseskan
program pemerintah. Sosialisasi semacam ini sudah sepatutnya menjadi salah satu
tugas kepala daerah. Kutipan Ahok dalam menyitir ayat Al-quran yang memang
kerap kali dijadikan senjata oleh para politikus untuk menjatuhkan
lawan-lawanya ada benarnya. Ayat suci atau agama memang tidak sepatutnya
dicampur adukan dengan urusan politik. Oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab
dengan mudah mengobral ayat suci untuk kepentingan dan misi pribadinya. Namun
juga kurang elok lagi jika Ahok mengucapakan dan membawa-bawa ayat suci umat
Islam, dengan alasan “ dibohongi
pakai surat Al-maidah 51”. Padahal bukan kapasitas Ahok untuk meyampaikan
persoalan ayat tersebut. Lantas sangat wajar jika banyak muncul protes dari
umat Islam.
Sedangkan diposisi
pemeritah termasuk kepolisian tetap harus menunjukan sikap netral dan
independen dalam kasus ini. Mengingat keputusan yang salah dapat menimbulkan
permaslahan-permaslahan yang terus akan berlanjut. Setidaknya kepolisian
melalaui bareskrim untuk bisa menindaklanjuti tuntutan dari para pengunuk rasa
dan memeriksa secara hukum kepada Ahok. Kegamangan pemerintah yang melipti
unsur-unsur didalamnya, andai saja Ahok tidak diproses maka akan muncul
presepsi yang kuat bahwa Ahok mendapat perlindungan khusus dari pemerintah.
Tentu saja hal ini bisa berdampak pada protes yang terjadi semakin meluas. Bisa
jadi kasus yang terjadi ini bisa menjadi alasan untuk munculnya kasus-kasus
yang serupa di berbagai daerah.
Tetap satu kata “ kepentingan”
Diakaui atau tidak
dalam kasus Ahok banyak sekali ditunggangi oleh banyak kepentingan. Terlepas
dari unsur pembelaan terhadap Al-quran oleh para penentangnya, agenda politik
juga berpeluang besar dimainkan dalam masalah tersebut. Apalagi kasus ini
berdekatan dengan momen pilkada DKI tahun 2017. Kemungkinan-kemungkinan sangat
terbuka dan berpeluang terjadi, entah intrik politik dilakukan oleh lawan-lawan
dalam pilkada DKI yang ingin menjatuhkan Ahok. Apalagi dikabarkan oleh
intelijen negara aksi yang diagendakan mendapat sokongan dari beberapa elit politik
Indonesia. Bisa juga memang ini bentuk seting yang digunakan
dan dimanfaatkna oleh kubu Ahok untuk bisa menarik simpati bagi masyarakat Jakarta. Jurus jitu dengan memunculkan sosok yang terkesan terdzolimi terbukti ampuh mencuri perhatian publik.
dan dimanfaatkna oleh kubu Ahok untuk bisa menarik simpati bagi masyarakat Jakarta. Jurus jitu dengan memunculkan sosok yang terkesan terdzolimi terbukti ampuh mencuri perhatian publik.
Aksi puluhan ribu
massa yang rencana digelar didepan Istana negara sangat rawan sekali disusupi
oleh kelompok-kelompok radikal agama yang sangat mengancam keamanan dan memicu
provokasi. Kerumunan yang begitu besar sangat sulit sekali mengidentifikasi
setiap individu dan berpeluang besar sangat mudah sekali tersulut emosi. Disini
titik rawan yang akan membawa kerusuhan pada aksi 4 november. Tak dipungkiri
banyak sekali faham-faham dari kelompok yang memang mempunya agenda untuk
menggulingkan NKRI dengan menggantinya dengan salah satu sistem yang dipaksa
diimpikan, khilafah. Momentum seperti ini bisa menjadi titik awal seperti
peristiwa-peristiwa yang terjadi di Timur Tengah. Skenario terburuk akan
terjadi pecahnya kerusuhan dan akan terjadi chaos. Kita pastinya berharap hal yang
sangat dikhawatirkan tersebut tidak akan terjadi, dan dijauhkan dari hal-hal
serupa. Memang peristiwa kemungkinan pecahnya kerusuhan berpeluang terjadi
cukuplah besar. Jika hal itu terjadi maka bukan hal yang tidak mungkin kejadian
tersebut menjadi langkah awal menuju konflik Suriah ala Indonesia. Dari sinilah
kita tetap harus waspada dan terus
berusaha berikhtiar agar jangan sampai konflik politik dengan dibungkus agama
yang melanda di Timur Tengah terjadi di Indonesia.
Muhasabah Diri
Entah saya sendiri tidak bisa memastikan apa saja yang ada dibalik
aksi massa 4 November,layaknya sebagai pengamat dadakan yang hanya bisa meraba
kemungkinan dan kemungkinan yang ada. Satu hal yang saya kagum dari sikap yang
ditunjukan oleh dua organisasi Islam terbesar di Indonesia NU dan Muhammadiyah
yang lebih mengambil sikap netral dengan tidak ikut ambil bagian dari aksi
tersebut. Saya meyakini tokoh-tokoh kedua organisasi diatas telah memikirkan jauh
sebelum bertindak, dengan pertimbangan lebih besar mana antara maslahah
dan mafsadah yang akan ditimbulkan. Secara hukum fiqh pastinya menolak mafsadah
atau kerusakan menjadi pertimbangan awal. Sebab resiko yang muncul kasus yang
berjalan tetap mempertaruhkan keutuhan kesatuan berbangsa dan bernegara di
Indonesia.
Bagi Ahok sendiri
bisa menjadi salah satu pelajaran tersendiri agar tidak mudah mengkutip ayat
Al-quran yang bukan menjadi kapasitasnya sebagai non-muslim. Salah-salah
pernyataan semacam itu jika terulang bisa menjadi bom waktu, ditengan
sensitifisme bangsa ini terkait masalah agama. Khusus bagi umat muslim
peristiwa ini menjadi pelajaran dan koreksi diri. Mengingat banyaknya
pemimpin-pemimpin pemerintah yang beragama Islam sangat minim prestasi di
kebijakan yang bisa memberikan manfaat bagi masyarakat. Tidak dakui atau tidak
setidakanya kepemimpinan Basuki Tjahaya Purnama memiliki daya tarik yang baik
dimata masyarakat Jakarta terlepas dari sosoknya yang keras dan kurang pandai
dalam menjalin komunikasi yang elegan terhadap msayarakat bawah. Disinilah diharapkan
umat Islam mampu memunculkan sosok pemimpin yang mampu mengayomi semua pihak
baik dari segi komunikasi dan prestasi. Bukan hanya jago dalam kasus korupsi
dan provokasi.
Bermain indah nan cantik
tanpa mempolitisir agama tentu akan menampilkan Islam yang benar-benar rahmahtan
lil’alamin bagi semua golongan. Saya meyakini sinergisitas ulama dengan umaro
dan diikuti dengan peran masyarakat yang tidak hanya menghujat namun hormat
kepada ulama dan patuh kepada umaro akan benar-benar bisa mencapai cita-cia tersebut.
Saya juga berharap terpilihnya kepala daerah yang akan datang bisa memberikan
manfaat dan kesejahteraan bagi masyarakat bukan sekedar memble menawarkan
harapan-harapan palsu semata. Semoga Allah selalu menjadikan Indonesia diberikan kedamaian, kerukunan, menjadi rumah
yang aman bagi semua golongan dan menjadi contoh dunia sebagai Islam yang
rahmatan lil’aamin. Wallahu’alam-(MT)
Komentar
Posting Komentar