Indonesia Rahmatan lil’allamin
Keindahan Indonesia |
Jika kita menterjemahkan ayat assaba’
tersebut ke versi jawa maka akan menemukan istilah gemah ripah loh jinawi toto tentrem kerto raharjo. Istilah yang
sering kita dengar dan kerap dikaitkan dengan negeri tercinta Indonesia. Grup
pop Koes Plus pun sempat membuat lirik yang menyebutkan tanah di Indonesia
teramat subur saking suburnya tongkat dan kayu saja bisa tumbuh. Hal tersebut
tentunya menanmbah keyakinkan kita tentang kekayaan yang dimiliki negara
berlambang burung garuda ini.
Tak
jarang terbesit pikiran yang mengganjal, dimana dalam posisi negeri yang
berlimpah ruwah potensi alamnya, Indonesia masih menghadapi masalah kemiskinan.
Masalah yang semestinya tidak terjadi di negeri gemah ripah loh jinawi. Secara logika masalah tersebut mustahil
ada, namun kenyataanya ada sekitar 55 juta jumlah penduduk miskin menurut Biro
Pusat Statistik kesulitan dalam mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari. Busung
lapar sudah menjadi pemandangan biasa, aksi kriminalitas sudah lazim terjadi,
deretan pemukiman kumuh berjejer dipinggiran ibukota sebagai hal yang lumrah.
Tak heran terkadang sering kita menjumpai jargon “ tanah air beta “ yang
dilanjutkan dengan kalimat tanah kusewa, air pun kubeli.
Derita negeri ini tak sekedar sampai
dimasalah kemiskinan namun juga bencana alam yang terus dan tak kunjung reda
terus menerjang bumi pertiwi. Banjir, tanah longsor, gempa bumi hingga gunung
meletus menjadi fenomena rutin setiap tahunnya. Tentunya kita bertanya ada apa
dibalik semua kejadian yang menimpa bangsa ini, suatu ujian atau azabkah? Jika
mengatakan ujian, betapa sombongnya bangsa ini sebab ujian hanya ditimpakan
Tuhan kepada para hambanya yang beriman dan bertakwa. Sebaliknya jika suatu
azab, dosa apakah yang dilakukan oleh bangsa Indonesia sehingga murka Tuhan
diturunkan?
Lantas dengan demikian dari masalah-masalah
yang dihadapi sebaiknya kita bersama-sama intropeksi dan bermuhasabah apa saja yang menjadi kekurangan dari bangsa ini.
Intropeksi adalah salah satu kunci menggapai derajat orang yang pandai. Sesuai
sabda Rasulullah “Orang yang pandai adalah yang intropeksi dirinya sendiri serta beramal
untuk kehidupan sesudah kematian. Sedangkan orang yang lemah adalah yang
dirinya mengikuti hawa nafsunya serta berangan-angan terhadap Allah swt” . Hadist ini
menunjukan bahwa intropeksi atau muhasabah
sangat penting untuk meliahat kekurangan yang ada pada diri atau bangsa ini dan
dilanjutkan pada proses perbaikan dari kekurangan dan kesalahan yang telah
dilakukan. Dengan demikian dari sedikit proses perbaikan yang ada dalam
menanggulangi masalah kemiskinan yaitu
Pertama, mengatur ulang strategi pembangunan
manusia Indonesia guna mendapatkan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas
dalam mengelolah setiap sumber daya alam yang ada. Strategi pembangunan manusia
ini berpusat pada peningkatan kualitas pendidikan yang disediakan. Sebab
pendidikan menjadi isi pokok dalam pembukaan UUD 19945 yakni mencerdaskan
kehidupan bangsa. Tidak hanya sekedar meningkatkan kualitas namun juga
menyediakan pendidikan secara merata dari sabang sampai merauke. Dengan
pendidikan itulah SDM Indonesia bisa bersaing dalam persaingan global dan tidak
tergantung lagi pada hegemoni asing dalam pengelolahan sumber daya alam yang
dimiliki.
Kedua, keterbatasan lapangan pekerjaan
menjadi salah satu halangan masyarakat untuk meningkatkan kualitas hidup
sehari-hari. Hal ini akibat banyaknya masyarakat yang hanya terpaku pada
pekerjaan di dunia industri, padahal Indonesia lebih cocok dan terkenal di
sektor pertaniannya. Faktor pertanian inilah yang seharusnya dimaksimalkan oleh
masyarakat Indonesia dan menjadi perhatian khusus bagi pemerintah. Mengapa
tidak, Indonesia pernah menjadi negara swasembada beras di tahun 80-an tentunya
hal ini bisa kembali dicapai dengan catatan pemerintah berani melindungi petani
dalam negeri dari serbuan produk impor yang kualitas produknya tidak lebih baik
dari Indonesia.
Tidak hanya pada swasembada beras tapi
seluruh sektor pertanian, seperti getah karet yang 3 bulan terakhir ini
harganya merosot hingga 3.500,00 per kg padahal 5 tahun sebelumnya harga
komoditas ini mencapai 19.000,00 per kg. Tentunya kondisi ini berdampak psikis
bagi petani karet dibawah himpitan ekonomi dan harga-harga kebutuhan yang terus
merangkak naik.
Selanjutnya langkah muhasabah yang ditempuh dalam menjauhkan azab yang diturunkan oleh
Tuhan dan untuk mencari ridlo-NYA. Mengingat segala musibah yang selalu melanda
negeri ini itu tak lepas dari segala perbuatan ingkar yang dilakukan oleh
bangsa Indonesia sendiri. Hal ini tercantum dalam surat Al’araaf ayat 96 “
Jikalau sekiranya penduduk-penduduk beriman dan bertakwa, pastilah kami akan
melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka
mendustakan itu (ayat-ayat kami) ,maka kami siksa atas perbuatanya”. Dalam
ketakwaan yang dimaksud ayat diatas yakni menjalankan segala perintah-NYA dan
menjauhi segala larangan-NYA.
Sedangkan 4 pilar dalam mencapai kedudukan
negara Baldatun thayyibatun wa rabbun
ghafuur diantaranya, masih adanya
Ulama yang berilmu tinggi, dalam artian menguasai segala ilmu agama dan mampu
mengamalkanya serta memiliki perilaku wira’i. Tak heran jika sosok ulama
menjadi panutan dan salah satu tokoh sentral dalam setiap kebijakan yang
diambil pemerintah menyangkut masalah umat. Ulama juga diibaratkan sebagai
tiang dalam suatu negara sehingga negara tidak bisa dipisahkan dari sosok
Ulama. Semisal peran K.H Hasyim Asyari dalam proses kemerdekaan republik
Indonesia dengan mengeluarkan sebuah
resolusi jihad yang mengajak seluruh umat Islam melawan penjajah dan mati
membela negara dihukumi mati syahid. Resolusi ini keluar ketika terjadi
pertempuran 10 november di Surabaya. Tak ayal jika posisi ulama teramat vital
bagi negara sehingga Imam Ghozali berkata “Rusaknya negara adalah karena rusaknya para penguasa. Rusaknya
penguasa adalah karena rusaknya para ulama”
Pemimpin yang adil menjadi poin kedua dalam
pilar negara baldatun thoyyibatun.
Poin ini menjadi sangat vital sebab jalannya pemerintahan berada pada tangan
seorang pemimpin. Adil yang dimaksud bukan memukul rata semua masalah dengan
satu solusi tapi bagaimana memilah masalah tersebut sesuai dengan ketentuan
yang dibutuhkan. Adil juga tidak hanya mementingkan kepentingkan mayoritas atau
minoritas dan bukan pula pemimpin yang tebang pilih dalam menagani masalah
antara kaum elit dan rakyat kecil namun pemimpin adil adalah pemimpin yang
mampu menselaraskan dan mengayomi semua golongan tanpa adanya diskriminasi.
Jika
kita menyimak lebih jeli lagi ada ketimpangan yang mencolok yang ada pada
negara yang potensi alamnya luar biasa. Kita lihat ketimpangan antara si kaya
dan miskin yang dari hari ke hari gap ketimpangan tersebut semakin melebar.
Bagi si kaya mencukupi kebutuhan sehari-harinya menjadi pekerjaan yang mudah
tapi tidak bagi mereka yang kesulitan dalam mencari makan setiap harinya. Maka
dari itu perlu kesadaran bagi orang-orang berduit untuk selalu bersedekah,
infak dan membayar kewajibanya untuk berzakat dengan menyisakan 2,5% dari
hartanya. Sebab sebagian dari harta yang dimilikinya terdapat hak untuk orang
fakir dan miskin.Tentunya 2,5% merupakn presentase yang tidak besar bahkan
tergolong kecil. Dengan memaksimalkan potensi zakat yang ada itulah akan
berdampak luar biasa dan memberi manfaat bagi masyarakat fakir miskin.
Dan yang terakhir Orang fakir yang mendoakan
ulama, pemimpin yang adil dan orang kaya yang dermawan. Dengan adanya siklus
timbal balik yang demikian walaupun hanya sebatas doa namun power yang muncul sangat hebat bagi
kelangsungan hidup dalam bernegara . kita tahu do'a kaum fakir miskin dan anak
yatim yang membutuhkan pertolongan sangat maqbuldan ini menjadi senjata yang
paling ampuh bagi umat beragama.
Demikian sedikit dari kunci yang bisa
dicapai dalam memimpikan sebuah negeri harapan, negeri idaman, negeri yang
makmur dibawah ampunan Tuhan. Baldatun thoyyibun
wa rabbun ghafuur. Wallahu’allam bi showab.
Komentar
Posting Komentar